Sabtu, 15 Oktober 2011

     Elegi Anak Negeri
Aku ingin merebutmu darinya
Aku akan merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku bisa merebutmu darinya
Aku harus merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku memang merebutmu darinya
Aku terus merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku pergi merebutmu darinya
Aku datang merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku terbang merebutmu darinya
Aku tenggelam merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku terluka merebutmu darinya
Aku tersiksa merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku bosan merebutmu darinya
Aku muak merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku lemah merebutmu darinya
Aku resah merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku rindu merebutmu darinya
Aku mimpi merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku hidup merebutmu darinya
Aku mati merebutmu darinya
Aku pasti merebutmu darinya

Aku, Aku, Aku
...
Aku telah merebutmu darinya

Kamis, 22 September 2011


Merenungi Kiprah dan Kontribusi Fikom Unpad di Indonesia, Menjelang SNMPTN 2011
Fikom Unpad adalah satu dari beberapa fakultas favorit lainnya di Unpad, bahkan di Indonesia sekalipun. Pada bulan Februari 2010, Fikom mendapatkan penghargaan dari Swa di Jakarta sebagai the Best Universities School of Communication. Fikom Unpad juga merupakan satu-satunya program ilmu komunikasi yang sudah mandiri menjadi fakultas di universitas negeri di Indonesia. Atas dasar inilah, orang-orang beranggapan bahwa Fikom Unpad adalah kiblatnya ilmu komunikasi di Indonesia. Dosen Fikom juga banyak yang produktif menghasilkan berbagai macam tulisan dan buku mengenai ilmu komunikasi. Mereka adalah Oemi Abdurrahman, Astrid S. Soesanto, Onong Uchjana Effendy, Santoso Sastropoetro, Jalaludin Rakhmat, Deddy Mulyana, Elvinaro Ardianto, Nina Syam, Soeganda Priyatna, Antar Venus, Aceng Abdullah, Lukiati Komala, dan masih banyak lagi dosen Fikom Unpad yang sudah membuat berbagai macam tulisan dan buku yang berhubungan dengan ilmu komunikasi.
Kini, Fikom Unpad adalah fakultas ilmu komunikasi favorit di Indonesia. Hal itu terbukti dari persaingan untuk memperoleh kursi di Fikom Unpad. Beberapa tahun silam, Fikom Unpad pernah menerima ±1000 orang pertahunnya untuk jenjang pendidikan D3 dan S1. Namun, akhir-akhir ini jumlah itu menurun, sehingga kurang dari 1000 orang untuk jenjang pendidikan D3 dan S1. Dimana saat itu untuk jenjang S1, mahasiswa yang diterimanya tidak lebih dari 500 orang. Bicara mengenai lulusan, sejauh ini lulusan Fikom umumnya terserap di dunia kerja. Saat ini zaman sudah semakin berkembang dengan pesatnya, oleh karena itulah diperlukan perilaku komunikasi yang dapat menunjang karir seseorang. Komunikasi merupakan faktor utama yang mampu menggerakkan dan memberikan kemajuan baik pada individunya atau lembaga tempat dimana individu itu bernaung. Maka dari itulah, lulusan-lulusan Fikom mempunyai fleksibilitas untuk bekerja dalam bidang apapun.
Komunikasi manusia yang bersifat tatap muka akan tetap berlangsung karena tidak dapat tergantikan oleh teknologi secanggih apapun juga. Dalam konteks inilah, Fikom harus mampu untuk berbenah diri. Tidak ada kata berhenti untuk terus mengembangkan diri. Semua kriteria dan indikator untuk kinerja individu atau lembaga yang memadai untuk suatu masa akan terus berubah untuk masa-masa selanjutnya.. Dalam dua tahun terakhir, seumlah pembicara dari luar negeri telah diundang ke Fikom Unpad untuk memberikan materi kuliah umum, seminar, lokakarya, atau kuliah di dalam kelas. Tahun 2009 Fikom menyelenggarakan seminar internasional dengan para pembicara dari Malaysia, antara lain Universiti Malaya, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan Universiti Islam Antar Bangsa.
Selain atmosfer akademis dan intelektualitas, iklim keagamaan di Fikom pun telah ditingkatkan. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa di dunia ini hidup hanya satu kali, oleh karena itu lakukan apa yang kita mau dan laksanakan keinginan kita, jangan biarkan ada halangan apapun menghadang. Namun, itu adalah suatu pemikiran yang salah. Kehidupan akademis ini hanya bagian kecil dari kehidupan sebenarnya yang kelak akan kita hadapi. Tujuan hidup ini kebanyakan hanya kebebasan dan bersenang-senang. Oleh karena itulah, pihak Fikom Unapad bersama-sama dengan dosen, pegawai, dan mahasiswa berusaha meningkatkan aktifitas keagamaan di kampus Fikom Unpad seperti melalui peran-peran UKM keagamaan yang ada di Fikom Unpad.
Fungsi dari pengembangan spiritualitas ini adalah penegakan integritas seluruh warga fakultas. Dengan demikian, warga fakultas akan selalu berusaha untuk menegakkan kebenaran dan kejujuran serta menghindarkan diri dari perbuatan kemungkaran di Fikom Unpad. Para pengemban tugas di fakultas khususnya harus memberikan inspirasi dan motivasi bukan saja secara keilmuan, tetapi juga secara moral kepada lingkungannya. Dosen khususnya, mereka harus memiliki kejujuran intelektual. Mereka tidak boleh memperjual-belikan nilai ujian atau melakukan plagiarisme dalam bentuk apapun juga. Pendek kata, spiritualitas harus menjadi bagian integral dalam kehidupan Fikom. Jika setiap orang, baik itu pimpinan, dosen, pegawai, dan mahasiswa, berbicara dan bertindak dengan semangat ini, maka konflik diantara sesama warga Fikom akan dapat diminimalisasi.
http://fikomunpad.files.wordpress.com/2010/10/35797_1484389435883_1418293056_1261702_8323347_n.jpg?w=300&h=218Adapun mengenai impian Fikom untuk kedepannya, saat ini yang belum terwujud adalah adanya gedung perpustakaan yang besar dan lengkap, dengan e-book dan e-journal melimpah yang bisa diakses oleh seluruh mahasiswa dan dosen, gedung laboratorium yang lengkap, sistem jaringan komputer yang di integrasikan dengan Unpad secara keseluruhan, suatu program studi bertaraf internasional dengan bahasa pengantar bahasa Inggris, dan penerbitan jurnal berbahasa Inggris (diluar penerbitan jurnal Ilmu Komunikasi berbahasa Indonesia yang selama ini diterbitkan oleh Fikom. Untuk kedepannya, Fikom dan Unpad secara keseluruhannya, berharap suatu saat kelak akan menjadi World Class University. Dalam rangka itulah, seluruh warga Fikom harus membangun kultur akademik baru menjadi WCU, intelektualitas, sosialibilitas. Kultur baru ini juga harus ditandai dengan semangat tinggi di kalangan para dosen untuk selalu berprestasi dalam bidang kelimuan.

Sabtu, 21 Mei 2011


Demonstrasi; masihkah?
Berbicara megenai pergerakan atau aksi dari mahasiswa, tentu sudah menjadi barang yang tidak asing lagi. Mahasiswa memang selalu erat kaitannya dengan pergerakan atau aksinya. Hal demikianlah yang menjadikan sempurna peran dari mahasiswa sebagai kontrol sosial.
     Banyak sekali aksi dari mahasiswa yang kemudian menjadi hal yang sangat luar biasa, dan memberikan efek yang juga luar biasa. Sebut saja seperti Malari hingga Reformasi.
    Sebenarnya, dari sekian banyak aksi atau pergerakan mahasiswa dapat diambil satu simpul yang sangat identik dengan pergerakan mahasiswa, yang sering disebut unjuk rasa atau demonstrasi. Namun ironisnya, demonstrasi mahasiswa sekarang ini sering dikait-kaitkan dengan kerusuhan atau anarkistis. Demonstrasi sepertinya telah mengalami pergeseran makna yang sangat mendasar, yakni demonstrasi sebagai hal yang berarti akan menimbulkan efek negatif  atau bahkan pemicu dari kerusuhan atau keributan. Padahal, jika dikembalikan kepada makna sesungguhnya, arti kata dari demonstrasi dalam KBBI tidak ada sebersit pun tersirat bahwa demonstrasi merupakan hal yang negatif apa lagi kerusuhan atau keributan. Dalam KBBI, kata demonstrasi diartikan sebagai “tindakan bersama berupa pawai dan sebagainya, dengan membawa panji-panji, poster-poster, serta tulisan-tulisan yang merupakan pencetusan perasaan atau sikap para demonstran mengenai suatu masalah”. Jadi, jelaslah jika demonstrasi telah mengalami pergeseran makna ke arah negatif. Oleh karena itu, tidak ada yang salah dengan demonstrasi. Toh, jika saya simpulkan, demonstrasi hanyalah sebuah ekspresi dari seseorang atau kelompok orang yang timbul dari suatu stimulan.
   Kembali ke masalah pergerakan mahasiswa,  meskipun saat ini masih sering terjadi mahasiswa-mahasiswa yang turun ke jalan sebagai aksinya dalam mengawal pemerintahan atau pun kontrol sosial, namun nyatanya kondisi tersebut masih sangat memprihatinkan. Pergerakan mahasiswa saat ini sedang mengalami titik terendahnya dalam sejarah. Entah karena mahasiswa saat ini sangat disibukkan dengan kegiatan-kegiatannya atau mungkin mahasiswa saat ini sudah tidak lagi mempunyai hati nurani. Marilah kita tanyakan kepada diri masing-masing dengan hati yang terbuka.
   Jika diperhatikan, saat ini mahasiswa memang dikondisikan dengan berbagai agenda-agenda yang disusupkan dalam kurikulum-kurikulum perkuliahan. Kebijakan 75% kehadiran yang termuat dalam SOP Pendidikan Tinggi sebenarnya adalah kebijakan dari Dikti. Hal ini tak berbeda dengan NKK/BKK masa Orde Baru yang diterapkan 1974/1978. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mengontrol aktivitas mahasiswa di kampus-kampus. Meredam secara struktural pergerakan mahasiswa dengan membuat sibuk mahasiswa dalam proses akademiknya. Sebuah usaha mengikis nalar kritis-sosial peran mahasiswa dalam proses demokrasi, baik di kampus maupun bangsa ini. Sangat ironis jika masa ini, 13 tahun setelah reformasi, proyek pembungkaman struktural oleh pemerintah mulai diterapkan kembali.
   Lembaga pendidikan tinggi yang mestinya mendidik justru membodohi dengan membohongi dengan realita yang terjadi. Mestinya pendidikan sebagai tempat membentuk generasi muda yang berperan penting pada masa mendatang namun dibatasi dan tidak dikembangkan potensinya. Maka, bagaimana masa depan bangsa ini jika hal tersebut tetap dibiarkan terjadi.
     Sebagai mahasiswa, saya kira perlu untuk melakukan gerakan pembaharuan yang menarik wacana ke arah pergerakan yang nyata. Karena mahasiswa bukan hanya berperan sebagai akademisi semata, mahasiswa merupakan harapan dari segenap bangsa. Demikianlah fungsi mahasiswa dapat mencapai sempurna.***

Selasa, 22 Maret 2011

Kita dimana?!

Dalam doktrin Trias Politika, baik yang diartikan sebagai pemisahan kekuasaan maupun sebagai pembagian kekuasaan, khusus untuk cabang kekuasaan yudikatif, prinsip yang tetap dipegang ialah bahwa dalam tiap negara hukum badan yudikatif haruslah bebas dari campur tangan badan eksekutif. Ini dimaksudkan agar badan yudikatif dapat berfungsi secara sewajarnya demi penegakkan hukum dan keadilan serta menjamin hak-hak asasi manusia. Sebab hanya dengan asas kebebasan badan yudikatif itulah dapat diharapkan bahwa keputusan yang diambil oleh badan yudikatif dalam sutu perkara tidak akan memihak, berat sebelah dan semata-mata berpedoman pada norma-norma hukum dan keadilan serta hati nurani hakim itu sendiri dengan tidak perlu takut bahwa kedudukannya terancam.
Pokoknya, baik dalam perlindungan konstitusional maupun dalam hukum administrasi, perlindungan yang utama terhadap individu tergantung pada badan kehakiman yang tegas, bebas, berani, dan dihormati. Pasal 10 Universal Declaration of Human Rights memandang kebebasan dan tidak memihaknya badan-badan pengadilan (independent and impartial tribunals) di tiap-tiap Negara sebagai suatu hal yang esensial. Badan yudikatif yang bebas adalah syarat mutlak dalam suatu masyarakat yang bebas di bawah Rule of Law. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan dari campur tangan badan eksekutif, legislatif, ataupun masyarakat umum, didalam menjalankan tugas yudikatifnya. Tetapi jelas bahwa hal itu tidaklah berarti hakim boleh bertindak secara serampangan saja. Kewajibannya adalah untuk menafsirkan hukum serta prinsip-prinsip fundamental dan asumsi-asumsi yang berhubungan dengan hal itu berdasarkan perasaan keadilan serta hati nuraninya.
Bagaimanakah caranya untuk menjamin pelaksanaan asas kebebasan badan yudikatif? Kita lihat bahwa di beberapa negara jabatan hakim adalah permanen, seumur hidup atau setidaknya sampai saatnya pensiun. Dalam hal pengangkatan hakim di Indonesia berdasarkan atas rekomendasi badan legislatif. Ini dimaksudkan agar kekuasaan yudikatif tidak dipengaruhi oleh fluktuasi suatu masa, sehingga dengan demikian diharapkan tugas yudikatifnya bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya sistem hukum perdata, hingga kini masih terdapat dualisme, yaitu:
1. Sistem hukum adat, suatu tata hukum yang bercorak asli Indonesia dan umumnya tidak tertulis.
2. Sistem hukum Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode-kode Prancis zaman Napoleon yang dipengaruhi oleh hukum Romawi.

Asas kebebasan badan yudikatif (independent judiciary) juga dikenal di Indonesia. Hal itu terdapat dalam penjelasan (pasal 24 dan 25) Undang-Undang Dasar 1945 mengenai kekuasaan kehakiman yang menyatakan: “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim”.